Jumat, 20 Juli 2012

Melihat Kejadian Tidak Hanya dari Satu Sisi

MELIHAT KEJADIAN TIDAK HANYA DARI SATU SISI

menarik nafas dalam-dalam
meluaskan hati seluas-luasnya
*jauh lebih baik

Sekali lagi aku diingatkan,
Agar selalu rendah hati...
Agar lebih menjaga hati
*that is the point

kesempatan memanfaatkan waktu,
menyelesaikan hal yang belum terselesaikan,
*Keep Fight...!!!


MELAPANGKAN HATI
MENARIK NAFAS DALAM-DALAM
LUAS SELUASNYA.......

^_^










Wednesday, 11th July 2012
post at 21th July 2012

Rabu, 18 Juli 2012

di tempat yang sepantasnya (repost)


Ya....
Kita tak tahu apa yang akan terjadi esok hari,
Apa yang akan kita rasa dalam hati.

Mungkin jika malam ini terlelap,
Dan ketika esok bangun membuka mata,
Rasa itu sudah berbeda.

Ya....
Ada Yang Maha Kuasa,
yang bisa membolak-balikkan rasa.

Dan ingin kusimpan rasa itu,
di tempat yang sepantasnya.
 


By Ayu Rahayu · Monday, October 24, 2011
Repost on July 17th 2012

Kamis, 05 Juli 2012

KELAHIRAN BINTANG

1
Struktur, evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi oleh massanya. Selain itu, komposisi kimia juga ikut mengambil peran dalam skala yang lebih kecil. Ruang antar bintang diisi oleh materi yang kemudian disebut sebagai materi antar bintang (instellar medium). Sebagian besar materi antar bintang adalah hidrogen dan sisanya adalah helium serta elemen berat lainnya (3-28%). Terkadang materi antar bintang nampak sebagai awan gas dan debu yang disebut nebula. Gambar 2 menunjukkan suatu nebula. Berdasarkan pengamatan, di sekitar awan tebal dari gas dan debu biasanya ditemukan bintang-bintang muda. Bintang diduga lahir dari awan gas dan debu.

Gambar 2. Materi antar bintang yang disebut nebula
Jika sebuah bintang cukup panas, gas yang ada di dekatnya dapat terionisasi menghasilkan nebula emisi. Nebula emisi merupakan nebula dengan spektrum emisi, biasanya menunjukkan garis-garis Balmer yang cukup kuat karena jumlah hidrogen yang melimpah. Terkadang sinar dari sebuah bintang terhambur oleh partikel debu di nebula, sehingga nampak nebula berwarna biru yang disebut dengan nebula pantulan. Keberadaan nebula yang tebal dan rapat dapat diketahui dari terhalangnya sinar dari bintang-bintang jauh yang nampak sebagai awan gelap. Materi antar bintang juga nampak dari garis serapan sempit kalsium dan natrium pada spectrum beberapa bintang-bintang kelas O dan B. Bintang kelas O dan B terlalu panas untuk memiliki spektrum kalsium dan natrium. Garis serapan bintang umumnya lebar karena adanya pelebaran Doppler akibat suhu bintang yang sangat panas. Keberadaan materi antar bintang juga dapat diketahui dari pengamatan pada panjang gelombang inframerah, sinar X, dan radio.
 Bintang terbentuk di dalam awan molekul. Awan molekul yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang luas dengan suhu 10-30 K dan kerapatan tertinggi yaitu 1000 atom/cm3. Sebagian besar awan ini terdiri dari hidrogen, helium, dan beberapa persen elemen berat. Pada suhu rendah tersebut hidrogen berada pada fase molekul, oleh karenanya dikenal dengan nama awan molekul. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat pembentukan alam semesta. Gambar 3 menunjukkan pembentukan bintang dari awan molekul.

Gambar 3. Proses pembentukan protobintang dari awan molekul
(Denny Darmawan, 2008: 8)
Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul. Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Akibat ketidakstabilan tersebut sekelompok materi antar bintang menjadi lebih mampat dari pada sekitarnya. Bagian luar awan tertarik oleh gaya gravitasi materi di bagian dalam, akibatnya awan akan mengerut dan mampat. Peristiwa tersebut disebut dengan kondensasi. Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun.
Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri. Instabilitas Jeans adalah syarat sebuah awan molekul runtuh untuk akhirnya membentuk bintang-bintang. Instabilitas Jeans sangat bergantung pada nilai kerapatan materi yang terkandung di dalam sebuah awan molekul. Syarat ini diturunkan oleh fisikawan BritaniaSir James Jeans pada tahun 1902. Kriteria Jeans atau panjang Jeans atau panjang gelombang Jeans adalah panjang gelombang gangguan yang dibutuhkan agar instabilitas Jeans tercapai. Kriteria Jeans dirumuskan sebagai berikut:
dengan   adalah konstanta gravitasi  adalah rapat massa dan   adalah kecepatan suara di dalam awan. Agar instabilitas Jeans dapat tercapai, panjang gelombang gangguan harus lebih besar daripada kriteria Jeans ini.
Bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang. Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat. Pada proses ini energi gravitasi diubah menjadi energi panas sehingga suhu meningkat.
Ketika pecahan awan antar bintang kolaps akibat ketidakstabilan, suhu di tengah pecahan meningkat. Bagian tengah akan memanas dan berubah menjadi protobintang (cikal bakal bintang) yang diselimuti gas berdebu (nebula kepompong). Detail evolusi protobintang sulit diamati karena terhalang gas dan debu. Suhu inti protobintang terus meningkat hingga memicu reaksi fusi di tengah bintang dan menahan terjadinya kolaps lebih lanjut. Setelah mampu menyingkirkan gas debu yang menyelimutinya, protobintang berubah menjadi bintang deret utama. Gas debu yang menyelimuti protobintang terdiri dari sebagian besar hydrogen. Ketika peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.
Panas dari protobintang akan memanasi awan yang menyelimutinya. Awan tersebut akan memancarkan radiasi inframerah sehingga keberadaan protobintang dapat diketahui. Contoh protobintang yaitu bintang kelas T Tauri. Biasanya pada protobintang juga ditemukan semburan gas (jet) dikenal sebagai benda Herbig-Haro (HH). Semburan gas diduga berasal dari pirigan yang berputar di sekeliling protobintang. Piringan yang mengelilingi protobintang inilah yang diduga menjadi cikal bakal planet yang mengitari sang bintang.
Evolusi protobintang dapat digambarkan pada diagram H-R. Waktu yang diperlukan untuk menjadi bintang deret utama bergantung pada massa. Semakin masif maka semakin cepat evolusi protobintang. Pada awan molekuler raksasa, dapat terbentuk lebih dari satu bintang. Gelombang kejut akan “memecah” awan molekuler raksasa ke dalam awan yang lebih kecil. Awan-awan ini kemudian membentuk gugus/ cluster bintang (kumpulan bintang yang lahir bersamaan).
Tipe-tipe gugus bintang yaitu:
1.         Gugus terbuka
Gugus terbuka berukuran sedang (30 tahun cahaya), berkumpul agak longgar, dan biasa ditemukan di piringan galaksi.
2.         Gugus globular
Gugus globular berukuran besar (1 juta bintang, 60-100 tahun cahaya), berkumpul rapat, dan biasa ditemukan di piringan dan halo galaksi.
Ketika massa protobintang kurang masif untuk memicu reaksi fusi maka protobintang akan gagal menjadi bintang. Hal ini terjadi jika massa protobintang kurang dari 8% massa matahari. Protobintang mendingin dan kolaps lebih lanjut akan dihentikan oleh tekanan degenerasi (tekanan kuantum). Protobintang akan menjadi katai kerdil coklat (brown dwarf) atau bintang gagal. Contohnya adalah Gliese (GL) 229 dan Gliese (GL) 623 (katai coklat dengan massa 50 kali massa Jupiter).

BINTANG


1.         Pengertian
Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Bintang dapat dibedakan menjadi bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).
Menurut ilmu astronomi, definisi bintang adalah: “Semua benda masif (bermassa antara 0,08 hingga 200 massa matahari) yang sedang dan atau pernah melangsungkan pembangkitan energi melalui reaksi fusi nuklir. Bintang katai putih dan bintang neutron disebut sebagai bintang. Bintang katai putih dan bintang neutron sudah tidak memancarkan cahaya atau energi tetap namun kedua jenis bintang tersebut masih melangsungkan reaksi fusi nuklir. Bintang terdekat dengan bumi adalah matahari yang berjarak sekitar 149.680.000 kilometer. Bintang kedua terdekat dari bumi adalah Proxima Centauri dalam rasi bintang Centaurus yang berjarak sekitar empat tahun cahaya.

2.         Sejarah Pengamatan
2
Pengetahuan tentang bintang-bintang telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Keberadaan bintang-bintang digunakan dalam praktek-praktek keagamaan, navigasi, dan bercocok tanam. Kalender matahari mendasarkan diri pada posisi bumi relatif terhadap matahari. Astronom-astronom awal seperti Tycho Brahe berhasil mengenali “bintang-bintang baru” di langit. Bintang-bintang tersebut kemudian dinamakan novae.
Pada tahun 1584 Giordano Bruno mengusulkan bahwa bintang-bintang sebenarnya adalah matahari-matahari lain. Bintang mungkin saja memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam orbitnya seperti ide yang telah diusulkan sebelumnya oleh filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Democritus dan Epicurus. Pada abad berikutnya, ide bahwa bintang adalah matahari yang letaknya jauh mencapai konsensus di antara para astronom. Penjelasan mengenai mengapa bintang-bintang ini tidak memberikan tarikan gravitasi pada tata surya diusulkan oleh Isaac Newton.  Isaac Newton mengusulkan bahwa bintang-bintang terdistribusi secara merata di seluruh langit, sebuah ide yang berasal dari teolog Richard Bentley.
Astronom Italia Geminiano Montanari merekam adanya perubahan luminositas pada bintang Algol pada 1667. Edmond Halley merupakan orang pertama yang melakukan pengukuran gerak dari sepasang bintang “tetap”. Hal tersebut memperlihatkan bahwa bintang-bintang berubah posisi dari sejak pengukuran yang dilakukan Ptolemaeus dan Hipparchus. Pengukuran jarak bintang 61 Cygni secara langsung dilakukan pada 1838 oleh Friedrich Bessel menggunakan teknik paralaks. William Herschel adalah astronom pertama yang mencoba menentukan distribusi bintang di langit. Selama tahun 1780an ia melakukan pencacahan di sekitar 600 daerah langit berbeda. Ia kemudian menyimpulkan bahwa jumlah bintang bertambah secara tetap ke suatu arah langit, yakni pusat galaksi Bima Sakti. Putranya John Herschel mengulangi pekerjaan yang sama di hemisfer langit sebelah selatan dan menemukan hasil yang sama. Selain itu William Herschel juga menemukan bahwa beberapa pasangan bintang tidak kebetulan berada dalam satu arah garis pandang, melainkan mereka memang secara fisik berpasangan membentuk sistem bintang ganda.



3.         Klasifikasi Bintang
Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam tujuh kelas utama yang dinyatakan dengan huruf O, B, A, F, G, K, M. Kelas-kelas tersebut menunjukkan urutan suhu, warna dan komposisi kimianya. Klasifikasi ini dikembangkan oleh Observatorium Universitas Harvard dan Annie Jump Cannon pada tahun 1920an dan dikenal sebagai system klasifikasi Harvard. Kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah bilangan (0 hingga VIII). Sudah menjadi kebiasaan untuk menyebut bintang-bintang di awal urutan sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal daripada F5, dan K0 lebih awal daripada K5.

Tabel 1. Klasifikasi bintang berdasarkan system klasifikasi Harvard
Kelas
Warna
Suhu Permukaan (°C)
Contoh bintang
O
Biru
>25.000
spica
B
Putih-biru
11.000 – 25.000
Rigel
A
Putih
7.500 – 11.000
Sirius
F
Putih-kuning
6.000 – 7.500
Procyon A
G
Kuning
5.000 – 6.000
Matahari
K
Jingga
3.500 – 5.000
Acturus
M
merah
<3.500
betelgues

Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith Kellman dari Observatorium Yerkes menambahkan sistem pengklasifikasian berdasarkan kuat cahaya atau luminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian tersebut dikenal sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas-kelas berikut :


Tabel 2. Klasifikasi bintang berdasarkan system klasifikasi Yerkes
Kelas
Nama
0
Maha maha raksasa
I
Maharaksasa
II
Raksasa-raksasa terang
III
Raksasa
IV
Sub-raksasa
V
deret utama (katai)
VI
sub-katai
VII
katai putih

Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem pengklasifikasian di atas. Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang dengan kelas G2V, berwarna kuning, bersuhu dan berukuran sedang.